Selasa, 29 Desember 2009

BARANG-BARANG YANG WAJIB DIZAKATI (ZAKAT MAL)

PENDAHULUAN


Zakat adalah ibadah “Maaliyyah Ijfima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang kelima. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadits Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai “ma’luum midan-diin bidh-dharuurah” atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Sebagai salah satu rukun Islam, nilai penting zakat bagi pembentukan pribadi dan masyarakat muslim sejati menuntut penguasaan terhadap pengetahuan akan zakat itu sendiri.
Mengingat pentingnya masalah zakat bagi orang muslim, khususnya yang mampu maka dalam makalah ini akan menguraikan tentang tinjauan zakat secara umum yang telah diterangkan secara eksplisit di dalam nash al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan demikian, tujuan dan peranan dari pembahasan makalah ini merupakan pemaparan zakat secara mendasar agar memperoleh landasan yang kuat tentang zakat.
Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas topik-topik sebagai berikut : Definisi zakat, kedudukan harta sebagai sumber zakat dan distribusi zakat yang meliputi jenis-jenis harta yang wajib dizakati.







PEMBAHASAN


A. Definisi Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang Arab, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari “zaka” yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini digunakan dalam menerjemahkan al-Qur’an dan hadits.
Sedangkan dari segi istilah fiqih zakat berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.
Menurut termonologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Muhammad, 2002: 10).
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS. At-Taubah: 103 dan QS. Ar Rum: 39 (Hafidhuddin, 2002: 7).
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Alah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan hartanya” (QS. Ar Rum: 39)

B. Harta Sebagai Sumber Zakat
Secara umum dan global Al-Qur'an menyatakan bahwa zakat itu diambil dair setiap harta yang kita miliki, seperti dikemukakan dalam QS. At-Taubah: 103 dan juga diambil dari setiap hasil usaha yang baik dan halal, seperti juga digambarkan dalam QS. Al Baqarah : 267. (Hafidhuddin, 2002: 15),yang artinya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahaku yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al Baqarah : 267)
Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, maka dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut:
1. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Artinya, harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat, karena Allah SWT tidak akan menerimanya.
2. Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian saham, atau ditabungkan, baik dilakukan sendiri maupun bersama orang atau pihak lain. Harta yang tidak berkembang atau tidak berpotensi untuk berkembang, maka tidak dikenakan kewajiban zakat.
3. Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya.
4. Menurut pendapat jumhur ulama harus mencapai nishab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat.
5. Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak, harus sudah berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh Muzakki dalam tenggang waktu satu tahun.

C. Distribusi Zakat
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
Al-Qur'an tidak memberikan ketegasan tentang jenis zakat yang wajib zakatnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi, serta tidak menjelaskan berapa besar yang harus dizakatkan.
Di dalam Kitab-kitab Hukum (Fiqh) Islam, harta kekayaan yang wajib dizakati digolongkan dalam kategori: (Muhammad, 2002: 24).
1. Emas, perak dan uang (simpanan) (QS. At-Taubah: 34-25)
2. Barang yang diperdagangkan (QS. Al Baqarah: 267)
3. Hasil peternakan (QS. Al-Baqarah: 267)
4. Hasil bumi (QS. Al-Baqarah: 267)
5. Hasil tambang dan barang temuan (QS. Al-Baqarah: 267).
1. Zakat Emas, Perak dan Uang
Ketiga jenis harta, yaitu emas, perak dan uang zakatnya dikeluarkan setelah dimiliki secara pasti selama satu tahun Qomariyah (hawl). Besar nishab dan jumlah yang wajib dikeluarkan berbeda-beda. Nishab pertama emas adalah 20 dinar, lebih kurang sama dengan 94 gram emas murni. Nishab kedua, yaitu: perak adalah 200 dirham, kurang lebih sama dengan 672 gram. Nishab ketiga yaitu: uang, baik uang giral maupun uang kartal adalah senilai 94 gram emas. Masing-masing dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

2. Barang yang diperdagangkan
Besarnya nishab senilai dengan 94 gram emas. Dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% yaitu setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun lamanya. Jumlah uang dan semua barang yang ada dihitung harganya. Untuk masa sekarang, zakat diperdagangkan ini diperluas pada perusahaan atau badan usaha lainnya.

3. Hasil peternakan
Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak yang telah dipelihara selama satu tahun di tempat penggembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai tenaga pengangkatan dan sebagainya, dan sampai nishab-nya. Kadar zakatnya berbeda-beda. Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing atau biri-biri, sapi dan kerbau.
a. Nishab kambing atau biri-biri adalah 40 ekor. Setiap 40 sampai 120 ekor, zakatnya 1 ekor kambing, setiap 121 sampai 200 akar, zakatnya 2 ekor dan 201 sampai 300 ekor, zakatnya 3 ekor. Selanjutnya setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya tambah 1 ekor kambing.
b. Nishabnya sapi adalah 30 ekor. 30 sampai 39 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur 1 tahun lebih, 40 sampai 59 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih, 60 sampai 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun lebih 70 sampai 79 ekor zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun dan dua tahun lebih. Selanjutnya setiap tambahan 30 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur 1 tahun lebih dan seterusnya. Patokannya adalah 30 dan 40.
c. Nishab kerbau sama dengan sapi.
Syarat-syarat mengeluarkan zakat binatang ternak (Ali Hasan, 2006: 29-31).
a. Sampai nisab
Binatang ternak yang dikeluarkan zakatnya harus mencapai jumlah tertentu, yaitu sampai nisabnya (batas minimal dikenakan zakat), tidak hanya asal sudah mempunyai beberapa ekor, sudah dikenakan zakat.
b. Haul (telah dimiliki satu tahun)
Binatang ternak itu dikeluarkan zakatnya sesudah sampai satu tahun. Ketentuan ini berlaku berdasarkan praktik yang telah berlaku, yang pernah dilaksanakan Rasulullah dan Kholifah sesudah beliau (Kholifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).
Sebagai landasan haul itu adalah sabda Rasulullah SAW, yang artinya “Tidak dikenakan zakat harta, sehingga sampai satu tahun” (HR. Abu Daud).
c. Binatang Gembalaan
Binatang ternak itu, sengaja diurus sepanjang tahun, supaya dapat diambil manfaatnya, seperti susunya, dagingnya, dan untuk dikembangbiakkan. Binatang gembalaan harus diberi makan dan minum, apakah pada padang rumput atau tempat yang khusus untuk ternak itu, seperti kandang Binatang yang dipergunakan untuk keperluan pribadi (termasuk tamu), tidak dikenakan zakatnya apakah untuk keperluan di sawah (ladang) atau angkutan (transportasi).
d. Tidak dipekerjakan
Binatang ternak yang dipergunakan (dimanfaatkan) untuk kepentingan pemiliknya, tidak dikenakan zakatnya, seperti menggarap tanah pertanian, dijadikan sebagai alat untuk mengambil air guna menyiram tanaman dan untuk alat angkutan, sebagaimana telah disinggung di atas.

4. Hasil bumi
Pengeluaran zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus dilakukan setiap kali panen atau menuai. Nishab-nya kurang lebih sebesar 1.350 kg gabah atau 750 kg beras. Kadar zakatnya 5% untuk hasil bumi yang diairi atas usaha penanam sendiri dan 10% kalau pengairannya tadah hujan tanpa usaha yang menanam. Hasil bumi yang dizakati hanyalah yang menjadi makanan pokok dan tahan lama.
Di Indonesia, selain hasil bumi, hasil laut perlu juga dikeluarkan zakatnya (Muhammad, 2002: 26).

5. Hasil tambang dan barang temuan (Ma’dim dan Rikaz)
Dalam kitab-kitab hukum (fiqh) Islam, barang tambang dan barang temuan yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. Nishab barang tambang adalah sama dengan nishab emas (94 gram), dan perak (672 gram), kadarnya pun sama yaitu 2,5%. Untuk barang tambang zakatnya dikeluarkan setiap kali barang tambang itu selesai diolah.
Sedangkan barang temuan (rikaz) zakatnya dikeluarkan setiap kali orang menemukan barang tersebut. Menurut kesepakatan ulama empat mazhab, harta rikaz wajib dizakati seperlimanya (20%) dan tidak ada nishab Maka, banyak ataupun sedikit wajib dizakati 20% secara sama.
Semua ulama mazhab sepakat bahwa nishab menjadi syarat dalam harta barang tambang. Tetapi nishab tidak menjadi syarat dalam rikaz. Demikian menurut jumhur, berbeda denga mazhab Syafi'i, menurutnya nishab menjadi syarat dalam zakat “rikaz” (Al-Zuhayly, 2000: 147-148).




PENUTUP


Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu dapat digolongkan dalam kategori:
1. Emas, nishabnya adalah 20 dinar ( + 94 gram emas murni), perak adalah 200 dirham ( + 672 gram), uang (giral maupun kartal) adalah 2,5%.
2. Barang yang diperdagangkan, besarnya nishab senilai dengan 94 gram emas, dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
3. Hasil peternakan, syarat-syaratnya mengeluarkan zakat binatang ternak yaitu sampai nishab, haul (telah dimiliki satu tahun), binatang gembalaan, tidak dipekerjakan.
4. Hasil bumi, nishabnya + 1.350 kg gaah atau 750 kg beras, kadar zakatnya 5% untuk hasil bumi.
5. Hasil tambang dan barang temuan, kadar zakatnya 2,5% dan 20%.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhayli, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Hasan Ali, Zakat dan Infak, Jakarta: Kencana, 2006.

Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar